Manchester City perlahan namun pasti kembali menemukan ritme terbaik mereka pada musim 2025/2026. Setelah sempat tersendat di awal kompetisi dan menuai sejumlah kritik, tim asuhan Pep Guardiola kini tampil lebih stabil, solid, dan meyakinkan, baik di Premier League maupun di Liga Champions.
Di balik kebangkitan performa tersebut, terdapat satu keputusan taktis yang menjadi sorotan utama. Pep Guardiola kembali menggunakan formula lama yang pernah membawanya meraih kesuksesan besar, namun dengan pendekatan baru yang lebih kompleks. Ia mengubah peran Matheus Nunes dan Nico O’Reilly, dua gelandang tengah, menjadi bek sayap dalam sistem permainan Manchester City.
Langkah ini bukan sekadar solusi darurat, melainkan bagian dari rancangan besar Guardiola untuk mengembalikan dominasi City di tengah persaingan ketat musim ini.
Man City Kembali Stabil di Jalur Juara
Secara klasemen, Manchester City kini berada di peringkat kedua Premier League. Mereka hanya terpaut dua poin dari Arsenal yang sementara memimpin persaingan. Posisi ini mencerminkan konsistensi yang mulai terbangun setelah fase awal musim yang kurang meyakinkan.
Di Liga Champions, situasinya juga cukup positif. City menempati posisi keempat klasemen fase liga dan berada di jalur aman untuk lolos langsung ke babak 16 besar. Stabilitas ini menjadi indikator bahwa mesin Guardiola kembali bekerja dengan baik.
Nama Erling Haaland kembali menjadi pusat perhatian berkat ketajamannya di depan gawang. Namun di balik produktivitas sang striker, fondasi kebangkitan City justru terletak pada perubahan struktur permainan di lini belakang dan tengah.
Erling Haaland Lewati Rekor Cristiano Ronaldo, Antar Man City Hancurkan West Ham 3-0
Chelsea Terancam Denda Usai Imbang Lawan Newcastle: Masalah Disiplin Jadi Sorotan Premier League
Pep Guardiola dan Filosofi Fleksibilitas
Sejak awal kariernya sebagai pelatih, Pep Guardiola dikenal sebagai sosok yang menjunjung tinggi fleksibilitas posisi. Ia kerap memandang pemain bukan dari label posisi awal, melainkan dari atribut teknis, kecerdasan bermain, dan kemampuan memahami ruang.
Filosofi inilah yang kembali ia terapkan pada musim ini. Alih-alih mendatangkan bek sayap murni dari bursa transfer, Guardiola memilih memaksimalkan sumber daya yang sudah dimilikinya.
Matheus Nunes dan Nico O’Reilly, yang sejatinya adalah gelandang tengah, dinilai memiliki kualitas teknis dan pemahaman taktik yang memungkinkan mereka beradaptasi di posisi bek kanan dan bek kiri.
Keputusan Berani Mengubah Peran Nunes dan O’Reilly
Keputusan Guardiola untuk menempatkan Matheus Nunes dan Nico O’Reilly sebagai bek sayap sempat menimbulkan tanda tanya. Keduanya bukan pemain bertahan murni, bahkan tidak memiliki latar belakang sebagai full-back.
Namun Guardiola melihat potensi yang lebih dalam. Ia menilai Nunes memiliki mobilitas tinggi, kemampuan membawa bola, dan visi permainan yang baik. Sementara O’Reilly dinilai cerdas dalam membaca situasi dan mampu menjaga penguasaan bola di area sempit.
"Sistem membutuhkannya. Dalam sesi latihan, kami menyadari mereka memiliki atribut khusus untuk bermain di posisi itu dan meyakinkan mereka, tetapi terutama mereka harus meyakinkan diri sendiri bahwa mereka mampu melakukannya," ujar Guardiola seperti dikutip dari BBC Sport.
Man of the Match Tottenham vs Liverpool: Hugo Ekitike Efisien, Jadi Pembeda di London Utara
Keterbatasan Bek Sayap Jadi Pemicu Inovasi
Guardiola juga mengakui bahwa keterbatasan stok bek sayap menjadi salah satu alasan utama di balik keputusan ini. Manchester City tidak memiliki banyak opsi natural di posisi tersebut, terutama setelah rotasi dan cedera yang terjadi.
Daripada memaksakan pemain yang tidak sepenuhnya fit atau mengubah sistem secara drastis, Guardiola memilih solusi kreatif yang sejalan dengan filosofi permainannya.
"Kami tidak memiliki banyak bek sayap," tambah Guardiola. Pernyataan singkat ini menggambarkan bagaimana kebutuhan sistem memaksa lahirnya inovasi.
Formula Lama yang Pernah Berhasil
Langkah ini sejatinya bukan hal baru dalam perjalanan karier Guardiola. Pada periode kejayaan Manchester City beberapa musim lalu, ia pernah sukses mengubah Fabian Delph dan Oleksandr Zinchenko dari gelandang menjadi bek sayap.
Eksperimen tersebut terbukti sangat efektif. Delph dan Zinchenko mampu menjalankan peran hybrid sebagai bek yang bisa masuk ke lini tengah, membantu City mendominasi penguasaan bola.
Formula yang sama kini diterapkan kembali, namun dengan kompleksitas yang lebih tinggi dan tuntutan taktik yang lebih detail.
Peran Baru yang Lebih Kompleks
Perbedaan utama antara eksperimen lama dan versi terbaru ini terletak pada detail peran. Matheus Nunes dan Nico O’Reilly tidak hanya bertugas menjaga sisi lapangan, tetapi juga aktif masuk ke lini tengah saat City menguasai bola.
Pergerakan ini menciptakan keunggulan jumlah pemain di tengah lapangan. City sering kali membentuk struktur seperti 3-2-4-1 atau bahkan 2-3-5 saat menyerang.
Dengan Nunes dan O’Reilly masuk ke tengah, pemain-pemain kreatif seperti Phil Foden, Rayan Cherki, dan Tijjani Reijnders mendapatkan kebebasan lebih besar untuk fokus pada fase menyerang.
Dampak Langsung terhadap Permainan City
Dampak dari perubahan ini sangat terasa. Manchester City menjadi lebih cair dalam penguasaan bola, lebih dominan dalam mengontrol tempo, dan jauh lebih sulit ditebak oleh lawan.
Lini tengah City kini hampir selalu unggul jumlah pemain, membuat lawan kesulitan merebut bola. Selain itu, sirkulasi bola menjadi lebih cepat dan variatif.
Ketika kehilangan bola, Nunes dan O’Reilly juga berada di posisi ideal untuk melakukan counter-pressing, menjaga City tetap agresif dalam transisi.
Ingin mengikuti performa terbaru Manchester City dan peluang terbaiknya?
👉 Klaim voucher spesial dan promo eksklusif di sini
Menghidupkan Kembali DNA Guardiola
Eksperimen ini seolah menghidupkan kembali DNA Guardiola yang sempat dianggap meredup. Di tengah tren sepak bola modern yang cenderung pragmatis, Guardiola kembali menunjukkan bahwa inovasi dan penguasaan bola masih relevan.
Ia membuktikan bahwa kreativitas tak selalu harus datang dari belanja besar di bursa transfer. Dengan pemahaman mendalam terhadap pemainnya, Guardiola mampu menciptakan solusi dari dalam.
Hal ini sekaligus menjadi pesan bagi para pesaing bahwa Manchester City masih menjadi laboratorium taktik paling menarik di Eropa.
Efek Jangka Panjang bagi Persaingan Gelar
Jika konsistensi ini terus terjaga, Manchester City memiliki peluang besar untuk terus menekan Arsenal dalam perburuan gelar Premier League. Fleksibilitas sistem membuat City mampu beradaptasi dengan berbagai tipe lawan.
Di Liga Champions, struktur permainan seperti ini juga sangat krusial menghadapi tim-tim elite Eropa yang menuntut kecerdasan posisi dan penguasaan ruang.
Dengan fondasi taktik yang semakin matang, City tampak siap menghadapi fase paling menentukan musim ini.
Kesimpulan
Pep Guardiola sekali lagi membuktikan bahwa ia adalah salah satu inovator terbesar dalam dunia sepak bola modern. Dengan mengubah Matheus Nunes dan Nico O’Reilly menjadi bek sayap, ia memanfaatkan formula lama dalam konteks baru yang lebih kompleks dan efektif.
Hasilnya, Manchester City kembali stabil, dominan, dan sulit dikalahkan. Inovasi ini menjadi fondasi penting kebangkitan City musim 2025/2026, sekaligus pengingat bahwa kejeniusan taktik sering kali lahir dari keberanian berpikir berbeda.
Jangan lewatkan peluang terbaik dari Premier League musim ini!
👉 Klik di sini dan klaim voucher eksklusif sekarang