Kemenangan telak di laga ke-100 Guardiola bukan sekadar tiga poin—tapi deklarasi filosofi: City harus menang karena percaya pada diri sendiri, bukan karena rival terpeleset.
Ketika Jeremy Doku melesat seperti kilat dan menjebol gawang Alisson di menit ke-65, Etihad bergemuruh. Tapi di ruang ganti usai laga, tidak ada tawa kemenangan—yang ada adalah pesan keras dari pelatih paling filosofis di dunia.
Di tengah euforia kemenangan 3–0 atas juara bertahan, Guardiola justru melarang para pemainnya merayakan hasil imbang Arsenal vs Sunderland sehari sebelumnya.
“Kami tak boleh melihat hasilnya karena Arsenal tidak menang. Anda harus melakukannya untuk percaya pada diri sendiri.”
Ini bukan sekadar kalimat motivasi—tapi pengingat moral bahwa kejayaan sejati tidak dibangun di atas kegagalan orang lain.
Reaksi Jujur Guardiola atas Kejutan Sunderland
Guardiola mengakui: ia dan para pemain Liverpool sempat terpana saat mendengar Arsenal ditahan imbang 2–2 oleh Sunderland.
“Saya sangat terkejut dengan apa yang dilakukan Sunderland,” ujarnya terus terang. “Saya kira Liverpool dan saya berpikir ‘wow, mereka akhirnya kehilangan poin dan kebobolan dua gol’. Karena dengan laju Arsenal, sepertinya itu tidak akan pernah terjadi.”
Tapi di situlah justru letak kecerdasan Guardiola: ia memanfaatkan kejutan itu sebagai refleksi, bukan senjata.
Pesan Inti: Menang untuk Diri Sendiri, Bukan demi Lawan
Yang menarik: Guardiola tidak sekali pun menyebut “memotong jarak ke Arsenal” sebagai tujuan. Baginya, poin itu hanya efek samping.
Fokusnya jelas: membuktikan identitas melawan sang juara.
“Kami bermain melawan sang juara di Inggris,” tegasnya. “Kami harus menunjukkan bahwa kami mampu berada di sana bersama mereka sepanjang musim ini. Hari ini, saya pikir kami menunjukkan ini.”
Dan memang, City tidak cuma menang—mereka mendominasi: → 64% penguasaan bola → 21 tembakan (10 tepat sasaran) → 436 operan sukses di sepertiga akhir lapangan
Ini bukan “City yang beruntung”—ini City yang kembali ke standar tertinggi mereka.
Hadiah ke-100: Performa yang Lebih Bernilai dari Trofi
Laga ini menandai pertandingan ke-1.000 Pep Guardiola sebagai pelatih—dan para pemainnya memberinya hadiah terindah: penampilan kolektif yang nyaris sempurna.
Guardiola memuji seluruh lini—tapi sorotan jatuh pada Jeremy Doku, yang tampil bak bintang utama: 🔹 1 gol spektakuler 🔹 5 dribel sukses 🔹 4 pelanggaran ditarik 🔹 2 umpan kunci
“Tentu saja ancaman dari Jeremy sangat luar biasa di samping Erling.” — Pep Guardiola, dengan senyum puas.
Di tengah isu “City kehabisan kreativitas pasca De Bruyne”, Doku membuktikan: regenerasi tidak hanya mungkin—tapi bisa meledak di momen terbesar.
Refleksi: Filosofi yang Tak Pernah Berubah
14 tahun sejak melatih Barcelona, satu prinsip Guardiola tetap utuh: Kemenangan sejati bukan soal mengalahkan lawan—tapi mengalahkan keraguan dalam diri sendiri.
Di dunia sepak bola yang semakin pragmatis, pesannya mungkin terdengar idealis. Tapi ketika City menghancurkan Liverpool dengan 3 gol indah, bukan gol kontroversial—kita diingatkan: ada tempat di mana keindahan dan keyakinan masih jadi fondasi juara.
Rapor XI Terbaik Liverpool: Semua di Bawah Standar, Investasi Bodong atau Salah Strategi?
Dan untuk Guardiola, itu hadiah terbaik di laga ke-100-nya.
Sumber: Konferensi pers resmi Man City, 10 November 2025 — Analisis taktik: Opta, StatsBomb.