Atmosfer magis kembali terasa di Bergamo ketika Atalanta sukses menundukkan Chelsea dengan skor 2-1 dalam laga lanjutan Liga Champions. Bermain di Gewiss Stadium, pasukan Raffaele Palladino menunjukkan karakter luar biasa setelah tertinggal lebih dulu. Gol dari Gianluca Scamacca dan Charles De Ketelaere menjadi pembeda, sekaligus membawa Atalanta mendekati delapan besar fase liga.
Kemenangan ini bukan hanya soal taktik atau teknik, tetapi juga soal mentalitas. Palladino secara terbuka menyebut bahwa timnya bermain “mendekati sempurna,” terutama dalam hal respons setelah kekalahan memalukan dari Verona. Hanya memiliki waktu satu hari untuk mempersiapkan diri, Atalanta tetap tampil intens, disiplin, dan penuh determinasi—ciri khas sepak bola Bergamo dalam beberapa tahun terakhir.
Dengan hasil ini, Atalanta kini melampaui Inter Milan dalam klasemen Liga Champions dan menjadi wakil Italia paling solid di kompetisi tersebut. Namun bagi Palladino, fokus justru kembali ke Serie A, di mana konsistensi masih menjadi pekerjaan rumah besar.
Awal Buruk Atalanta: Gol Chelsea yang Sempat Dianulir
Chelsea tampil lebih agresif di awal laga dan beberapa kali mengancam pertahanan Atalanta yang tampak belum menemukan ritme permainan. Ketika Joao Pedro membobol gawang tuan rumah, suporter Atalanta sempat lega karena wasit mengangkat bendera offside. Tetapi setelah pengecekan VAR, keputusan berubah: Reece James dinilai sejajar dalam proses assist sehingga gol disahkan.
Gol tersebut membuat Chelsea menguasai momentum. Mereka menekan lebih tinggi, memaksa Atalanta kesulitan keluar dari tekanan. Bagi Palladino, situasi tersebut merupakan ujian mental—apakah timnya akan goyah seperti pekan sebelumnya atau kembali bangkit?
Dan jawabannya: Atalanta memilih bangkit.
De Ketelaere dan Scamacca Mengubah Jalannya Pertandingan
Setelah tertinggal, Atalanta mulai memainkan bola lebih cepat dan vertikal. Ritme permainan berubah ketika Charles De Ketelaere mendapatkan lebih banyak ruang untuk bergerak. Pemain asal Belgia itu terlihat percaya diri dan menjadi otak di balik kebangkitan Atalanta.
Pada satu momen penting, De Ketelaere menerima bola di dekat kotak penalti dan mengirimkan umpan melengkung brilian ke arah Gianluca Scamacca. Dengan kemampuan duel udara yang menjadi ciri khasnya, Scamacca menuntaskan umpan tersebut lewat tandukan akurat yang tidak mampu dijangkau kiper Chelsea.
Gol ini mengubah atmosfer. Pendukung Atalanta kembali hidup, pemain semakin percaya diri, dan Chelsea mulai terlihat kehilangan kontrol permainan. Momentum beralih sepenuhnya ke tangan tuan rumah.
Tak lama setelah itu, De Ketelaere kembali berperan dalam gol kedua. Kali ini, ia melepaskan tembakan keras yang mengenai kaki Malo Gusto dan berubah arah, membuat penjaga gawang Chelsea terkecoh. Meski digolongkan sebagai gol bunuh diri, kontribusi De Ketelaere jelas tak terbantahkan.
Mentalitas Bangkit: Hal yang Ditekankan Palladino
Palladino menyatakan bahwa respons tim setelah tertinggal adalah aspek yang paling ia banggakan. Kekalahan 3-1 dari Verona sebelumnya menjadi pukulan keras, dan ia menilai hasil tersebut tidak mencerminkan kualitas sebenarnya timnya.
Pelatih Atalanta berkata:
“Saya menginginkan respons besar dari skuad ini setelah kekalahan dari Verona. Malam ini, saya melihat keberanian dan karakter yang ingin saya lihat di setiap laga.”
Ia juga menekankan bahwa persiapan yang minim bukan alasan untuk tampil buruk. Meski hanya memiliki satu hari untuk mempersiapkan diri, pemain mampu menerjemahkan instruksi taktik dengan akurat di lapangan.
Palladino menganggap kemenangan melawan Chelsea sebagai langkah signifikan untuk membangun identitas tim yang konsisten, intens, dan percaya diri—tiga hal yang sangat ia tekankan sejak mengambil alih Atalanta.
Pujian Palladino untuk Skuad: Dari Starter hingga Pemain Cadangan
Menariknya, Palladino tidak hanya memuji pemain inti. Ia secara khusus menyebut nama Brescianini, Samardzic, Hien, dan Maldini—empat pemain yang tidak tampil di laga ini tetapi memiliki kontribusi besar dalam sesi latihan dan persiapan.
Baginya, kemenangan ini “milik seluruh skuad,” bukan hanya 11 pemain yang bermain. Pendekatan ini menunjukkan bagaimana Palladino ingin membangun kultur kompetitif namun sehat dalam skuad.
Cara Palladino Membaca Chelsea: Belajar dari Latihan Lawan
Salah satu detail menarik yang diungkapkan Palladino adalah bahwa sebelum menerima pekerjaan di Atalanta, ia sempat berkeliling mengunjungi beberapa klub Eropa untuk belajar taktik—termasuk menghadiri sesi latihan Chelsea.
Pengetahuan itulah yang membantunya memahami gaya bermain The Blues. Palladino tahu bahwa duduk terlalu dalam melawan tim seperti Chelsea justru berbahaya. Maka dari itu, ia menekankan pentingnya pressing agresif dan intens.
Palladino berkata:
“Kami harus berani menekan. Jika duduk terlalu dalam, Chelsea akan menguasai bola dan memaksa kami bertahan terlalu lama.”
Performa Lini Belakang: Duel 1v1 yang Menentukan
Atalanta dikenal sebagai tim yang mengandalkan duel satu lawan satu di hampir seluruh area lapangan. Hal itu kembali terlihat di laga ini. Palladino memuji performa lini belakang yang tampil sangat solid.
Pemain yang paling menonjol di belakang:
- Kossounou — agresif dan disiplin dalam duel darat.
- Kolasinac — pengalaman dan kekuatan jadi fondasi pertahanan.
- Djimsiti — memimpin lini belakang dengan komunikasi yang sangat baik.
- Ahanor (babak kedua) — memberi energi baru dan menjaga intensitas.
Chelsea memang memiliki serangan cepat dan kualitas individual, tetapi secara struktur mereka kesulitan menemukan ruang di antara lini Atalanta yang rapat dan kompak.
Kemenangan Penting untuk Klasemen Liga Champions
Dengan kemenangan atas Chelsea, Atalanta kini mengoleksi 13 poin dari enam pertandingan. Mereka melesat ke posisi lebih tinggi dari Inter Milan dan menjadi wakil Italia paling stabil dalam kompetisi.
Palladino menyebut bahwa fokus jangka panjang tetap pada konsistensi, tetapi ia memahami bahwa pencapaian di Liga Champions dapat menjadi motivasi besar bagi skuad.
Konsistensi, Tantangan Utama Atalanta di Serie A
Meski performa di Eropa mengesankan, situasi Atalanta di Serie A masih belum stabil. Kekalahan dari Verona menjadi contoh nyata bahwa tim ini masih rentan kehilangan fokus dan intensitas.
Palladino menegaskan bahwa kemenangan atas Chelsea tidak boleh membuat tim terlena. Mereka harus membawa semangat dan gaya bermain agresif ke kompetisi domestik.
Ini penting karena Atalanta menargetkan finis di posisi delapan besar Serie A—target yang menurut Palladino sangat realistis jika tim tampil konsisten.
Palladino Janjikan Hadiah untuk Laga Kontra Cagliari
Sebagai bentuk motivasi, Palladino berjanji akan memberikan hadiah kepada skuad jika mereka memenangkan pertandingan berikutnya melawan Cagliari. Namun ia juga mengungkapkan bahwa hadiah sebenarnya hanyalah “waktu libur.”
Pernyataan ini menunjukkan betapa padatnya jadwal Atalanta sejak ia mengambil alih tim. Hingga kini, ia belum punya waktu ideal untuk membangun latihan jangka panjang. Namun respon cepat pemain terhadap instruksi baru membuatnya bangga.
Baca Juga:
Jadwal Liga Champions UEFA Terbaru – Update Pertandingan Hari Ini & Prediksi Skor
Jadwal & Prediksi Europa League 12 Desember 2025: Dinamo Zagreb vs Real Betis, Porto vs Malmo
Pandangan Kami
Pertandingan ini menunjukkan bahwa Atalanta bukan hanya tim dengan intensitas tinggi, tetapi juga tim dengan disiplin taktik dan mentalitas besar. Chelsea mungkin memiliki skuad yang lebih mahal, tetapi Atalanta membuktikan bahwa kerja kolektif bisa mengalahkan kualitas individual.
Palladino memiliki ide bermain yang jelas: agresif, berani, mengandalkan duel satu lawan satu, dan menekan dari berbagai lini. Jika konsistensi dapat terjaga, tidak mustahil Atalanta kembali menjadi salah satu tim paling ditakuti di Italia dan Eropa.
Namun tantangan terbesar tetap berada di Serie A. Jika Atalanta ingin mengamankan posisi delapan besar atau lebih tinggi, mereka harus memastikan bahwa performa seperti melawan Chelsea bukan sekadar momen, tetapi menjadi standar baru tim.