Ajax memasuki fase paling menentukan dalam sejarah modern klub setelah rangkaian gejolak internal yang menyebabkan struktur manajemen terguncang. Dengan pemutusan kerja John Heitinga lebih awal dari yang diprediksi dan keputusan mengejutkan Alex Kroes untuk menempatkan posisinya sebagai direktur teknik dalam status “tersedia”, klub raksasa Amsterdam itu kini mengambil langkah strategis: memprioritaskan perekrutan Direktur Teknik baru sebelum mencari pelatih permanen.
Keputusan ini ditegaskan oleh General Manager Ajax, Menno Geelen, dalam pertemuan pemangku kepentingan pekan ini. Menurutnya, klub tidak ingin mengulangi kesalahan jangka pendek, dan kini fokus menciptakan fondasi jangka panjang untuk membangun kembali identitas sepak bola Ajax yang selama ini menjadi tolok ukur Eropa.
Ajax Memilih Stabilitas: Direktur Teknik Dulu, Pelatih Kemudian
Keputusan Ajax ini bukan kebetulan. Selama dua tahun terakhir, klub yang dikenal sebagai pabrik talenta dunia tersebut menghadapi turbulensi luar biasa: kegagalan rekrutmen, tidak stabilnya performa, dan kurangnya identitas permainan yang sejak lama menjadi ciri khas De Godenzonen.
“Kami ingin solusi jangka panjang. Prioritas kami adalah menunjuk direktur teknik terlebih dahulu, baru bersama orang itu kami akan mencari pelatih.” jelas Geelen.
Dengan strategi ini, Ajax ingin memastikan proses rekrutmen pelatih sesuai dengan visi jangka panjang, bukan keputusan reaktif yang sering menjerumuskan klub ke siklus pergantian manajer tanpa arah.
Untuk sementara, Fred Grim—pelatih interim—akan tetap memimpin tim utama. Situasi ini mengingatkan bagaimana Ajax dulu mengandalkan caretaker dalam masa transisi, namun kali ini, kondisinya jauh lebih kritis.
Target Utama: Maxwell dan Jordi Cruyff
Di tengah urgensi membangun struktur baru, dua nama besar masuk radar Ajax: Maxwell dan Jordi Cruyff. Laporan eksklusif dari De Telegraaf mengungkapkan bahwa keduanya kini menjadi kandidat teratas untuk posisi Direktur Teknik.
• Maxwell – Mantan Bek Elegan, Kini Administrator Profesional
Maxwell bukan sekadar mantan pemain Ajax (2001–2006). Ia pernah menjadi salah satu bek kiri terbaik dunia dan setelah pensiun, ia menapaki jalur manajemen sepak bola secara profesional. Ia menyelesaikan UEFA Executive Master for International Players—program elit bagi calon direktur olahraga.
Karier administratifnya pun progresif, termasuk jabatan strategis di Paris Saint-Germain sebagai Assistant Sporting Director. Pengalaman ini membuatnya kandidat alami untuk memimpin restrukturisasi manajemen Ajax.
• Jordi Cruyff – Pewaris Nama Besar dengan Pengalaman Manajemen Global
Nama Jordi Cruyff membawa magnet sejarah. Putra legenda Ajax, Johan Cruyff, ini tidak hanya memiliki darah sepak bola dalam DNA-nya, tetapi juga pengalaman panjang sebagai direktur teknik:
- Maccabi Tel Aviv (Direktur Teknik)
- AEK Larnaca (Direktur Teknik)
- FC Barcelona (Direktur Sepak Bola)
- Konsultan teknis Timnas Indonesia (saat ini)
Kombinasi pemahaman filosofi "Cruyffian", pengalaman manajemen level elite, serta koneksi luas membuatnya sangat menarik bagi Ajax yang ingin kembali ke akar permainan berbasis teknis dan visi jangka panjang.
Mengapa Posisi Direktur Teknik Begitu Penting Bagi Ajax?
Untuk klub seperti Ajax, direktur teknik bukan hanya jabatan administratif—tapi arsitek masa depan klub. Sistem rekrutmen pemain, filosofi akademi, transisi pemain muda ke tim utama, hingga identitas permainan semuanya berada di bawah kendali direktur teknik.
Tanpa posisi ini diisi oleh sosok yang tepat, pelatih mana pun yang datang akan sulit bekerja optimal. Inilah yang ingin dihindari Ajax.
Analisis Mendalam: Ajax Berada di Persimpangan Arah Klub
Dalam lima tahun terakhir, Ajax hidup dalam dua ekstrem: puncak gemilang era Erik ten Hag (UCL 2019, dominasi domestik), dan keterpurukan pasca-kepergiannya. Rangkaian keputusan transfer yang buruk, hilangnya pemain kunci, serta manajemen tidak stabil membuat klub terlempar jauh dari papan atas Eredivisie.
Jika Maxwell atau Jordi Cruyff datang, Ajax berpotensi kembali menemukan identitas lamanya:
- Sepak bola proaktif berbasis penguasaan bola
- Model produksi pemain muda berkelanjutan
- Rekrutmen pintar, bukan spekulatif
- Integrasi filosofi Cruyffian kembali ke semua level klub
Oleh karena itu, memilih direktur teknik bukan sekadar proses perekrutan. Ini adalah penentuan arah masa depan klub untuk 5–10 tahun ke depan.
Fred Grim dan Tantangan Interim: Stabilitas Jadi Prioritas
Dengan Grim sebagai caretaker, Ajax berharap setidaknya stabilitas jangka pendek dapat dicapai. Ia bukan sosok flamboyan, namun ia dikenal mampu menenangkan ruang ganti dan melatih dengan pendekatan sederhana yang efektif.
Menariknya, Grim juga merupakan bagian dari filosofi lama Ajax—pemain akademi Ajax pada era 1980–1990. Keberadaannya memberi sedikit “nafas Ajax klasik” di tengah perubahan besar.
Masa Transisi Ajax: Risiko Besar, Potensi Lebih Besar
Bangkitnya Ajax bukan hal mustahil, namun prosesnya panjang. Di balik badai, ada peluang besar:
- Kembalinya DNA klub melalui sosok seperti Cruyff atau Maxwell
- Pembersihan struktur manajemen pasca-kepergian Kroes
- Peluang integrasi bakat akademi (Hato, Misehouy, Vos)
- Investasi jangka panjang di rekrutmen cerdas
Eredivisie membutuhkan Ajax yang kuat. Sepak bola Eropa membutuhkan Ajax yang unik. Dan Ajax kini memiliki kesempatan untuk kembali menjadi dirinya sendiri—jika memilih arsitek yang tepat.
Analisis Lengkap Krisis Ajax: Kandidat Direktur Teknik, Akar Masalah, dan Masa Depan Klub di Era Baru
Ajax sedang berada dalam periode transisi terbesar mereka dalam satu dekade terakhir. Setelah periode kacau yang ditandai dengan performa buruk, perombakan manajemen, dan pemecatan pelatih, kini raksasa Amsterdam tengah berjuang membangun ulang identitas klub.
Di tengah situasi yang semakin menekan, manajemen Ajax memastikan bahwa langkah utama yang harus dilakukan adalah menunjuk Direktur Teknik baru—posisi yang dinilai sebagai kunci seluruh inti kebijakan olahraga klub. Dua nama kuat pun muncul sebagai kandidat: Maxwell dan Jordi Cruyff.
Namun persoalan Ajax tidak sesederhana hanya mengganti orang. Krisis yang melanda klub sebenarnya berakar dari banyak aspek: salah urus rekrutmen, kehilangan identitas sepak bola, dominasi internal yang pecah belah, serta rombak total struktur yang tidak menghasilkan stabilitas.
Akar Krisis Ajax: Lebih Dalam dari Sekadar Hasil Pertandingan
Untuk memahami mengapa Ajax mengalami keterpurukan ekstrem, kita harus melihat jauh ke belakang—bahkan sejak kepergian Erik ten Hag. Pergantian pelatih, struktur direktur yang tidak konsisten, serta strategi transfer yang kacau membuat klub kehilangan arah.
1. Rekrutmen Pemain yang Berantakan
Ajax pada dasarnya selalu dikenal sebagai klub yang sukses mengembangkan pemain muda dan membeli talenta berbakat dengan harga terjangkau. Namun dalam beberapa musim terakhir, klub justru menghabiskan dana besar tanpa arah jelas dan tanpa efektivitas di lapangan.
Nama-nama seperti Francisco Conceição, Jordan Henderson–yang bahkan tidak pernah benar-benar masuk proyek–serta serangkaian pemain yang tidak tampil sesuai ekspektasi menambah lubang masalah Ajax.
2. Struktur Manajemen Tidak Stabil
Pemecatan direktur olahraga Marc Overmars pada 2022 menjadi titik awal ketidakstabilan. Setelah itu, Ajax tidak pernah benar-benar menemukan figur yang mampu kembali mengatur keseimbangan struktur klub dengan baik.
Alex Kroes sempat masuk membawa harapan baru, namun kemudian memberikan jabatan itu kembali dan menyatakan posisi Direktur Teknik harus diisi oleh figur yang lebih cocok jangka panjang.
3. Hilangnya Filosofi Cruyffisme
Ajax adalah klub dengan blueprint sepak bola paling jelas di Eropa: filosofi Johan Cruyff. Namun krisis panjang membuat identitas itu terkikis—seperti terlihat dari gaya bermain yang tidak konsisten dan transfer pemain yang tidak sesuai DNA klub.
Tanpa filosofi yang solid, Ajax kehilangan sesuatu yang menjadi fondasi kesuksesan mereka selama puluhan tahun.
👉 Dapatkan Update Prediksi Bola Terbaru Hanya di Holywin69
Kandidat Direktur Teknik: Maxwell vs Jordi Cruyff
Untuk keluar dari masa krisis, Ajax menilai bahwa Direktur Teknik harus menjadi pondasi awal restrukturisasi. Sosok ini akan menentukan filosofi jangka panjang, pemilihan pelatih, strategi transfer, hingga penguatan akademi.
1. Maxwell – Kombinasi Ajax DNA + Pengalaman Modern
Maxwell yang pernah bermain untuk Ajax (2001–2006) adalah figur kuat yang memahami DNA klub. Selain itu, ia memiliki pengalaman manajemen modern setelah menjadi asisten direktur olahraga PSG—salah satu klub paling kompleks di Eropa.
Kelebihan Maxwell:- Paham kultur & filosofi Ajax
- Berpengalaman di klub besar
- Relasi global yang luas
- Gaya kepemimpinan modern dan rasional
- Belum pernah menjadi Direktur Teknik utama secara penuh
- Gaya manajemen lebih administratif daripada filosofis
2. Jordi Cruyff – Pewaris Filosofi Johan Cruyff
Tidak ada nama yang lebih dekat dengan Ajax secara emosional maupun filosofis selain Jordi Cruyff. Anak dari Johan Cruyff ini memiliki pengalaman konkret sebagai direktur teknik di beberapa negara dan klub besar (Barcelona, Maccabi Tel Aviv).
Kelebihan Jordi Cruyff:- Memahami filosofi Cruyffisme secara utuh
- Berpengalaman membangun struktur jangka panjang
- Memiliki visi sepak bola progresif
- Terkadang terlalu idealis
- Tidak selalu cocok dengan tekanan jangka pendek
Siapa yang Lebih Cocok?
Jika Ajax ingin kembali ke DNA asli klub, Jordi Cruyff adalah pilihan ideal. Namun jika Ajax ingin pendekatan modern, efisien, dan adaptif secara bisnis, Maxwell adalah kandidat paling realistis.
Masa Depan Ajax: Jalan Panjang Memulihkan Identitas
Tidak ada jalan pintas untuk mengembalikan kejayaan Ajax. Klub membutuhkan kombinasi perombakan struktural dan keberanian membuat keputusan jangka panjang.
1. Membangun Kembali Akademi
Ajax dikenal sebagai penghasil talenta terbaik dunia. Namun beberapa tahun terakhir, produksi talenta tidak lagi sebagus era sebelumnya (De Ligt, De Jong, Van de Beek).
Direktur Teknik baru harus membuat blueprint akademi yang jelas: siapa yang dikembangkan, untuk gaya bermain apa, dan bagaimana mempersiapkan mereka untuk tim senior.
2. Menemukan Pelatih yang Tepat
Fred Grim saat ini hanya pelatih sementara. Ajax butuh pelatih jangka panjang dengan filosofi ofensif. Kandidat potensial termasuk:
- Peter Bosz – DNA Ajax
- Thierry Henry – gaya modern progresif
- Alfred Schreuder – meski kontroversial, memahami sistem
3. Keseimbangan Transfer antara Bakat dan Pengalaman
Ajax tidak boleh hanya mengandalkan pemain muda. Mereka butuh tiga hingga empat pemain senior kelas atas yang dapat menjadi pondasi.
4. Menegaskan Kembali Identitas Serangan
DNA Ajax adalah sepak bola menyerang, positional play, dan dominasi teknis. Inilah yang harus dikembalikan terlebih dahulu.
Kesimpulan: Ajax Memasuki Era Baru yang Menentukan
Krisis Ajax bukan hanya soal performa buruk—melainkan kehilangan identitas. Kedatangan Direktur Teknik baru (Maxwell atau Jordi Cruyff) akan menentukan apakah raksasa Amsterdam bisa kembali ke puncak Eredivisie dan Eropa.
Yang jelas, Ajax sekarang berada di titik penting sejarah klub. Setiap keputusan akan berdampak panjang.
Dapatkah Ajax bangkit? Secara teori, iya. Secara praktik? Tergantung pada siapa yang memimpin perubahan.
Roadmap Ajax 2025–2030: Strategi Rebuild Total Menuju Kebangkitan Raksasa Belanda
Ajax Amsterdam berada di persimpangan jalan paling menentukan dalam sejarah modern mereka. Setelah dua musim penuh kekacauan, pergantian direktur teknik, kegagalan rekrutmen, perubahan manajer, dan penurunan performa di Eredivisie, klub tersukses Belanda itu tengah merancang peta jalan baru untuk membangun ulang fondasi mereka.
Dalam artikel kali ini, kita akan membahas secara mendalam rencana jangka panjang Ajax untuk periode 2025–2030: bagaimana mereka memperbaiki struktur manajemen, memperkuat akademi De Toekomst, memperbaiki model scouting, dan memastikan klub kembali menjadi kekuatan besar di Eropa.
Membangun Ulang Fondasi: Direktur Teknik Baru sebagai Pusat Filosofi
Setelah kekacauan internal selama dua tahun, Ajax menyadari bahwa kesalahan terbesar mereka bukan pada pelatih, bukan pada pemain, tetapi pada hilangnya pusat komando dalam struktur teknik. Itulah mengapa pencarian direktur teknis baru—dengan Maxwell dan Jordi Cruyff sebagai kandidat utama—menjadi prioritas absolut klub.
Direktur teknis baru nantinya bukan hanya perekrut pemain. Ia akan menjadi arsitek jangka panjang proyek sepak bola Ajax. Tugasnya mencakup:
- Membangun filosofi rekrutmen yang selaras dengan DNA Cruyff.
- Menentukan gaya bermain yang menyatukan akademi, Jong Ajax, dan tim utama.
- Menyusun struktur scouting global yang efisien.
- Mengatur prioritas transfer dengan anggaran yang lebih realistis.
- Menjadi penjaga identitas sepak bola Ajax untuk 5–10 tahun ke depan.
Inilah level tanggung jawab yang membuat Ajax tidak boleh salah pilih, karena direktur teknis inilah yang akan menentukan arah klub hingga setidaknya 2030.
Reformasi De Toekomst: Kembali ke Akar Identitas
Selama dua dekade, De Toekomst adalah mesin produksi talenta terbaik di Eropa. Namun dalam lima tahun terakhir, penyetopan bakat elite dianggap “melambat” akibat:
- kurangnya integrasi antara akademi dan tim utama,
- terlalu banyak pergantian pelatih kelompok umur,
- perubahan gaya rekrutmen yang tidak sesuai DNA Ajax,
- arus besar talenta muda yang memilih pergi lebih awal ke luar negeri.
Roadmap 2025–2030 menyertakan tiga langkah besar untuk mengembalikan kejayaan akademi:
1. Standarisasi Taktikal Cruyff 3.0
Ajax ingin mengembalikan struktur taktik berbasis dominasi bola, tekanan tinggi, dan progresi cepat—gaya yang diperbarui untuk era modern. Ini termasuk:
- Positional play ala Guardiola
- Pressing modern ala Ten Hag
- Fluiditas ala De Zerbi
Ketiganya akan digabungkan menjadi sistem sekolah Ajax gaya baru.
2. Akademi Multikultural dan Global
Filosofi baru Ajax membuka pintu lebih banyak pemain dari Afrika, Skandinavia, dan Brasil. Ajax ingin menemukan “De Jong baru”, “De Ligt baru”, dan “Antony baru” sebelum harga mereka melonjak.
3. Integrasi Penuh Jong Ajax
Pemain muda berbakat tidak akan lagi “macet” di Jong Ajax. Klub ingin memastikan:
- 3–5 pemain akademi naik ke tim utama setiap musim
- Rotasi terencana di Eredivisie
- Garansi minimal 1.000 menit untuk talenta prospek
Ini adalah investasi jangka panjang paling penting.
Strategi Transfer Baru: Cerdas, Muda, Efisien
Ajax menyadari bahwa era belanja pemain 20–35 juta euro tanpa struktur jelas sudah berakhir. Dalam roadmap 2025–2030, strategi transfer akan diubah total dengan prinsip:
- Beli murah, jual mahal—prinsip klasik Ajax.
- Rekrut pemain usia 18–23 tahun dengan nilai jual tinggi.
- Hindari “pemain jadi” tanpa nilai investasi jangka panjang.
- Maksimalkan data analytics seperti klub-klub top Jerman.
Target-target ideal Ajax ke depan adalah tipe pemain seperti:
- Pemain muda Bundesliga II
- Wonderkid Afrika Barat
- Talenta Amerika Selatan yang belum ‘meledak’
- Pemain U-20 skandinavia
Model ini tidak hanya murah, tapi juga historis terbukti sukses untuk Ajax.
Pelatih Masa Depan: Proyek Jangka Panjang, Bukan Solusi Instan
Setelah pergantian pelatih yang terlalu sering, Ajax ingin pelatih baru yang:
- taktikal modern,
- berani bermain dengan pemain muda,
- mengutamakan penguasaan bola,
- mampu melatih perkembangan individu.
Beberapa nama yang masuk radar:
- Francesco Farioli – arsitek taktik modern, cocok dengan DNA Ajax.
- Brian Riemer – konsisten di Eropa, manajer detail-oriented.
- Kjetil Knutsen – maestro Bodø/Glimt dengan sepak bola menyerang.
- Michael Köllner – pelatih pengembangan pemain muda tipe Jerman.
Direktur teknik yang baru akan mengunci nama final, tetapi arah Ajax sudah jelas: pelatih yang bisa membangun, bukan hanya memenangkan pertandingan.
Target 2030: Kembali ke Elite Eropa
Apakah Ajax bisa kembali menjadi semifinalis Liga Champions seperti 2019? Membandingkan generasi De Ligt–De Jong–Ziyech dengan kondisi Ajax sekarang memang terasa jauh. Tetapi roadmap 2025–2030 menunjukkan bahwa klub punya rencana konkret.
Target realistis:
- 2026 – Stabil di papan atas Eredivisie dan lolos fase grup kompetisi Eropa
- 2027 – Juara Eredivisie + perempat final Liga Europa
- 2028 – Dominasi domestik + semifinal UCL atau UEL
- 2030 – Menjadi klub 15 besar Eropa secara konsisten
Ajax tidak ingin keajaiban instan. Mereka ingin stabilitas yang bertahan 10 tahun.
Era Baru Ajax Telah Dimulai
Ajax sedang menjalani rekonstruksi terbesar sejak era Johan Cruyff kembali ke klub pada 2010. Setiap bagian klub—manajemen, akademi, transfer, pelatih, hingga filosofi permainan—sedang ditata ulang.
A1 mengungkap awal masalah dan pencarian direktur teknik. A2 membedah inti krisis dan arah jangka pendek. A3 kini menunjukkan roadmap besar menuju 2030.
Jika implementasi rencana ini berjalan konsisten, Ajax bukan hanya akan bangkit. Mereka bisa kembali menjadi simbol sepak bola ofensif Eropa modern.
Masa depan Ajax kini bergantung pada komitmen mereka pada filosofi yang sudah terbukti membawa kejayaan klub selama puluhan tahun.